PERAN DAN FUNGSI MRP (Majelis Rakyat Papua)
Peran dan Fungsi Legislasi MRP
Peran
MRP dalam fungsi legislasi dapat dilihat dalam pelaksanaan UU Otsus Papua, di
dalam pelaksanaan Otsus Papua terdapat salah satu lembaga yang bersifat
perwakilan kultural dari orang asli papua dalam memberikan perlindungan
terhadap hak-hak orang asli Papua (afirmatif
action) dalam bidang-bidang tertentu yang telah tertuang didalam UU Otsus
Papua dalam wujud peraturan daerah khusus (Perdasus).
Menurut
Jimly Asshidiqie fungsi pengaturan legislasi adalah Cabang kekuasaan legislatif
merupakan cabang kekuasaan yang pertama-tama mencerminkan kedaualatan rakyat.
Ada tiga hal penting yang harus diatur oleh wakil rakyat diparlemen, yaitu:
a. Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan
kebebasan warga negara,
b. Pengaturan yang dapat membebani harta
kekayaan warga negara,
c. Pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran
oleh penyelenggara negara.
Pengaturan
mengenai ketiga hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan atas persetujuan
warga negara, yaitu melalui wakil-wakil mereka diparlemen sebagai lembaga
perwakilan rakyat.
Kedudukan
sebagai lembaga perwakilan tidak membuat
MRP sebagai suatu lembaga yang mempunyai peran dalam melakukan fungsi
legislasi. Hal ini dapat dilihat dimana kewenangan MRP untuk membentuk suatu Perdasus
seperti halnya DPRP tidak diatur di dalam UU Otsus.
UU
Otsus tidak memberikan ruang kepada MRP dalam melakukan fungsi legislasi.
Dilihat pasal-pasal di dalam UU Otsus sangat jelas mengatur mengenai fungsi
legislasi tidak terdapat di dalam MRP. Kewenangan yang terdapat dalam MRP hanya
sebatas menyutujui suatu rancangan peraturan khusus (Perdasus) Papua (lihat
Pasal 21 ayat 1 huruf b). Diluar aturan mengenai Perdasus, MRP tidak dapat
mengusulkan suatu peraturan kepada DPRD untuk dibahas bersama.
Disisi lain kedudukan MRP
dalam peran legislasi diberikan porsi dalam hal untuk memberikan pertimbangan
dan persetujuan terhadap suatu rancangan perdasus yang diajukan oleh DPRP dan
pemerindah daerah. Kewenangan MRP tersebut diatur dalam Pasal 20 huruf c dan
Pasal 29 ayat (1) UU Otsus Papua. Dengan hanya diberikan peran dalam memberikan
pertimbangan dan persetujuan terhadap perdasus membuat MRP tidak memiliki
fungsi legislasi.
Dalam PP No.54 Tahun 2004
tentang MRP, dalam tugas dan wewenang MRP, Pasal 36 huruf b dan Pasal 38 tidak memberikan
kedudukan kepada MRP dalam menjalankan fungsi legislasi. Demikian dilihat dalam
Perdasus No. 4 Tahun 2004 tentang
pelaksanaan tugas dan wewenang MRP dalam Pasal 2 sama dengan peraturan yang
diatasnya.
Peran dalam membuat atau
mengusulkan Perdasus memang tidak dimiliki oleh MRP secara penuh, MRP diberikan
peran dalam hal memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap suatu usulan
rancangan Perdasus, hal ini yang menjadi bagian dari tugas MRP dalam
melaksanakan UU Otsus dimana melihat usulan rancangan Perdasus merupakan suatu
affirmatve action terhadap kepentingan orang asli Papua. Disisi lain MRP
diberikan kewenangan dalam memberikan peninjaun kembali terhadap suatu Perdasi
yang dibuat oleh DPRP dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya peran dalam meninjau
kembali Perdasi dan juga memberikan persetujuan dalam Perdasus setidaknya MRP
dapat berperan dalam urusan legislasi walaupun bukan sebagai pembuat atau
pengusul dari Perdasus.
Sedangkan
menurut Miriam Budiarjo salah satu peran penting dari fungsi lembaga legislatif
adalah membuat peraturan perundang-undangan. Apa bila peran ini tidak terdapat
dalam MRP maka dengan demikian MRP tidak mempunyai fungsi dalam legislasi.
Menurut
Jimly Asshidiqie, Fungsi
Pengaturan atau Legislasi menyangkut 4 (empat) bentuk kegiatan, yaitu:
a. Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation);
b. Pembahasan
rancangan undang-undang (law making process);
c. Persetujuan atas pengesahan rancangan
undang-undang (law enactment approval);
d. Pemberian
persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen
hukum yang mengikat lainnya (Binding decision making on international
agreement and treaties or other legal binding documents).
Dengan demikan nampak bahwa
fungsi legislasi yang terdapat didalam MRP hanya sebatas pembahasan rancangan
perundang-undangan, pengesahan dan memberikan persetujuan terhadap rancangan
Perdasus. Dengan demikian MRP dalam fungsi legislasi hanya menjalankan 2 (dua)
bentuk dari fungsi legislasi, yaitu Pembahasan rancangan undang-undang (law making process) dan
Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment approval). Apabila memperhatikan fungsi legislasi
menurut pendapat Jimly Asshidiqie, MRP tidak dapat dikatakan
mempunyai fungsi legislasi. Dikarenakan didalam fungsi legislasi harus dilihat
secara utuh, yaitu mulai dari proses pembuatan, pengajuan dan pengesahan dapat
dilakukan oleh MRP. Selama peran tersebut tidak terdapat di didalam MRP maka
MRP tidak mempunyai fungsi legislasi dalam pembentukan peraturan perundangan
(Perdasus). Dengan melihat hal tersebut maka fungsi legislasi dalam pelaksanaan
Otsus Papua menjadi monopoli dari DPRP serta Pemerintah Daerah.
Dengan tidak adanya peran
legislasi dalam MRP menjadikan tugas besar bagi DPRP dalam menjalankan fungsi
legislasi khususnya dalam pembuatan Perdasus. Pembagian dalam fungsi legislasi
sebenarnya akan lebih meringankan beban dari DPRP dimana dalam hal pembentukan
Perdasus diserahkan kepada MRP sehingga pembuatan Perdasus tidak terhambat.
Fungsi legislasi yang diserahkan ke MRP hanya sebatas dalam pembentukan
Perdasus sesuai dengan amanat UU Otsus. Hal ini dimaksudkan untuk pembagian
pembentukan peraturan perundangan di Papua dimana pembentukan dari Perdasus
terletak pada MRP dan pembentukan peraturan Perdasi terdapat di dalam DPRP.
Adanya pembagian tersebut akan memberikan kinerja dari kedua lembaga perwakilan
ini dapat lebih baik dan terarah dalam pembahasan pembuatan peraturan
perundangan tanpa mengurangi salah satu lembaga dalam fungsi legislasi.
Melihat
MRP dalam fungsi pengawasan pada pelaksanaan Otsus Papua mempunyai peran yang
penting. Hal ini dikarenakan kedudukan MRP yang merupakan representasi orang
asli Papua. Pengawasan terhadap pelakanaan pemerintah daerah menyangkut
kepentingan orang asli Papua mendapatkan pengawasan dari MRP.
Yang
menjadi peran MRP dalam melakukan pengawasan di dalam pelaksanaan Otsus Papua.
Dalam UU Otsus Papua dapat terlihat dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23,
Pasal 29, Pasal 38, Pasal 40 dimana MRP
dapat menjalankan perannya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan Otsus Papua
yang lebih mengutamakan perlindaungan terhadap orang asli Papua/keberpihakan
kepada orang asli Papua dalam affirmative action.
Dengan
demikian perlindungan yang telah terdapat dalam UU Otsus ditambah dengan
dikeluarkannya PP MRP yang mana dapat dilihat dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal
39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 43. Semua pasal-pasal tersebut lebih
pada perlindungan orang asli Papua. Kemudian dalam peraturan pelaksana yaitu
Perdasus yang lebih menjabarkan titik beratka kepada peningkatan peran
masyarakat asli Papua dan perlindungan terhadap hak-hak orang asli Papua di
segala aspek. Dalam Perdasus dapat dilihat dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 8,
Pasal 14 dan Pasal 18.
Menurut
Jimmly Asshidiqie, Fungsi Pengawasan (control)
adalah, Pelaksanaan dari pengaturan yang telah dibuat tersebut ada pengawasan
dari wakil rakyat di parlemen. Oleh karena itu lembaga perwakilan diberikan
kewenangan untuk melakukan kontrol dalam tiga hal, yaitu a. kontrol terhadap
pemerintah (control of executive), b.
Kontrol atas pengeluaran (control of
expenditure), c. Kontrol atas pemungutan pajak (contol of taxation).
Jimmly membagi salah satu tugas pokok dari lembaga perwakilan salah satunya
fungsi pengawasan (Control):
a. Pengawasan atas penentuan
kebijakan (control of policy making);
b. Pengawasan
atas pelaksanaan kebijakan (control of policy executing);
c. Pengawasan
atas penganggaran dan belanja negara (control of budgeting);
d. Pengawasan
atas pelaksanaan anggaran dan belanja negara (control of budget
implementation);
e. Pengawasan
atas kinerja pemerintahan (control of government performances);
f. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik (control
of political appointment of public
officials) dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau pun dalam bentuk
pemberian pertimbangan oleh DPR.
Pengawasan
yang dilakukan oleh MRP yang telah diatur oleh UU Otsus Papua, PP MRP dan
Perdasus. Peranan dalam pengawasan oleh MRP dalam pelaksanaan Otsus Papua,
lebih berfungsi menyangkut mengenai hak-hak dasar orang asli papua. Pengawasan
tersebut menyangkut peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
MRP
dapat menggunakan haknya untuk meminta peninjauan kembali suatu peraturan
daerah (perdasi) yang dibuat oleh pemerintah daerah apabila peraturan daerah
tersebut merugikan hak-hak asli orang papua dalam pelaksanaannya. Dengan
demikian pemerintah daerah dalam membuat peraturan daerah provinsi (Perdasi)
harus memperhatikan kekhususan yang dimiliki oleh orang asli papua.
Dalam
hal pemerintah daerah melakukan suatu hubungan kerja sama dengan pihak ketiga.
Peran MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap perjanjian kerja
sama yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Dimana lebih menekankan bahwa kerjasama
tersebut tidak merugikan bagi kepentingan orang asli papua dalam kedudukannya
sebagai yang mempunyai kuasa atas hak ulayat dan keuntungan dalam ekonomi,
sosial dan budaya. Kedudukan dalam memberikan pertimbagan dan persetujuan
terhadap kerjasama memberikan tujuan proteksi terhadap orang asli Papua dalam
keterlibatan dalam suatu perjanjian yang dihasilkan. Selain keterlibatan MRP
dalam memberikan persetujuan juga tidak lepas dari peran masyarakat yang
merupakan sasaran dari perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah
daerah.
Pengawasan
terhadap hak-hak orang asli Papua juga terlihat dalam pemberdayaan sektor
ekonomi dimana dalam pengembangan sektor ekonomi MRP memberikan peran dalam
proteksi terhadap orang asli papua. Didalam rencana pembangunan ekonomi tidak
merusak tataran adat dalam hal hak ulayat dari masyarakat adat Papua. Dengan
demikian diharapkan hak-hak ulayat dalam masyarakat tetap terjaga dan
keterlibatan dari pemilik hak ulayat dalam pengembangan ekonomi.
Peran
MRP yang paling sentral adalah melindungi Hak-hak orang asli Papua. Peran ini
yang diletakan pada MRP dalam memberikan perlindungan terhadap orang asli Papua
di berbagai aspek kehidupan dan terutama menjaga agar hak-hak ulayat adat tidak
hilang dengan berkembangnya dinamika kehidupan dalam pembangunan di Papua
secara keseluruhan. MRP yang diletakan sebgai lembaga perlindungan terhadap
orang asli Papua juga berperan dalam menerima pengaduan dan aspirasi dari
masyarakat. Aspirasi dan pengaduan yang diterima MRP dari masyarakat adalah
pengaduan terhadap kebijakan pemerintah daerah. Disini MRP terlibat dalam
memberikan apa yang terjadi dan terlibat dalam proses penyelesaian masalah.
Dengan demikian MRP lebih berperan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan Otsus
Papua. Fungsi pengawasan ini yang lebih
menonjol berada di MRP dibandingkan fungsi sebagai pembentuk dan pembuat
peraturan perundangan khususnya Perdasus di tingkat Provinsi.
Fungsi
pengawasan ini juga terhadap pencalonan gubernur dan wakil gubernur Papua.
Dalam hal ini MRP dapat menyatakan gubernur adalah orang asli Papua adalah
kewenangan dari MRP. Pengakuan MRP terhadap status asli atau tidaknya seseorang
sebagai orang asli Papua bertujuan dalam hal pencalonan gubernur dalam proses
pemilukada. Hal ini akan berakibat apabila MRP tidak mengakui seseorang adalah
orang asli Papua maka tidak dapat diajukan dalam salah satu cagub dalam
pemilukada gubernur.
Peran dan Fungsi Pengawasan MRP
Melihat
MRP dalam fungsi pengawasan pada pelaksanaan Otsus Papua mempunyai peran yang
penting. Hal ini dikarenakan kedudukan MRP yang merupakan representasi orang
asli Papua. Pengawasan terhadap pelakanaan pemerintah daerah menyangkut
kepentingan orang asli Papua mendapatkan pengawasan dari MRP.
Yang
menjadi peran MRP dalam melakukan pengawasan di dalam pelaksanaan Otsus Papua.
Dalam UU Otsus Papua dapat terlihat dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal
23, Pasal 29, Pasal 38, Pasal 40 dimana
MRP dapat menjalankan perannya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan Otsus
Papua yang lebih mengutamakan perlindaungan terhadap orang asli
Papua/keberpihakan kepada orang asli Papua dalam affirmative action.
Dengan
demikian perlindungan yang telah terdapat dalam UU Otsus ditambah dengan
dikeluarkannya PP MRP yang mana dapat dilihat dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal
39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 43. Semua pasal-pasal tersebut lebih
pada perlindungan orang asli Papua. Kemudian dalam peraturan pelaksana yaitu
Perdasus yang lebih menjabarkan titik beratka kepada peningkatan peran
masyarakat asli Papua dan perlindungan terhadap hak-hak orang asli Papua di
segala aspek. Dalam Perdasus dapat dilihat dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 8,
Pasal 14 dan Pasal 18.
Menurut
Jimmly Asshidiqie, Fungsi Pengawasan (control)
adalah, Pelaksanaan dari pengaturan yang telah dibuat tersebut ada pengawasan
dari wakil rakyat di parlemen. Oleh karena itu lembaga perwakilan diberikan
kewenangan untuk melakukan kontrol dalam tiga hal, yaitu a. kontrol terhadap
pemerintah (control of executive), b.
Kontrol atas pengeluaran (control of
expenditure), c. Kontrol atas pemungutan pajak (contol of taxation).
Jimmly membagi salah satu tugas pokok dari lembaga perwakilan salah satunya
fungsi pengawasan (Control):
a. Pengawasan atas penentuan
kebijakan (control of policy making);
b. Pengawasan
atas pelaksanaan kebijakan (control of policy executing);
c. Pengawasan
atas penganggaran dan belanja negara (control of budgeting);
d. Pengawasan
atas pelaksanaan anggaran dan belanja negara (control of budget
implementation);
e. Pengawasan
atas kinerja pemerintahan (control of government performances);
f. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik (control
of political appointment of public
officials) dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau pun dalam bentuk
pemberian pertimbangan oleh DPR.
Pengawasan
yang dilakukan oleh MRP yang telah diatur oleh UU Otsus Papua, PP MRP dan
Perdasus. Peranan dalam pengawasan oleh MRP dalam pelaksanaan Otsus Papua,
lebih berfungsi menyangkut mengenai hak-hak dasar orang asli papua. Pengawasan
tersebut menyangkut peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
MRP
dapat menggunakan haknya untuk meminta peninjauan kembali suatu peraturan
daerah (perdasi) yang dibuat oleh pemerintah daerah apabila peraturan daerah
tersebut merugikan hak-hak asli orang papua dalam pelaksanaannya. Dengan
demikian pemerintah daerah dalam membuat peraturan daerah provinsi (Perdasi)
harus memperhatikan kekhususan yang dimiliki oleh orang asli papua.
Dalam
hal pemerintah daerah melakukan suatu hubungan kerja sama dengan pihak ketiga.
Peran MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap perjanjian kerja
sama yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Dimana lebih menekankan bahwa kerjasama
tersebut tidak merugikan bagi kepentingan orang asli papua dalam kedudukannya
sebagai yang mempunyai kuasa atas hak ulayat dan keuntungan dalam ekonomi,
sosial dan budaya. Kedudukan dalam memberikan pertimbagan dan persetujuan
terhadap kerjasama memberikan tujuan proteksi terhadap orang asli Papua dalam
keterlibatan dalam suatu perjanjian yang dihasilkan. Selain keterlibatan MRP
dalam memberikan persetujuan juga tidak lepas dari peran masyarakat yang
merupakan sasaran dari perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah
daerah.
Pengawasan
terhadap hak-hak orang asli Papua juga terlihat dalam pemberdayaan sektor
ekonomi dimana dalam pengembangan sektor ekonomi MRP memberikan peran dalam
proteksi terhadap orang asli papua. Didalam rencana pembangunan ekonomi tidak
merusak tataran adat dalam hal hak ulayat dari masyarakat adat Papua. Dengan
demikian diharapkan hak-hak ulayat dalam masyarakat tetap terjaga dan
keterlibatan dari pemilik hak ulayat dalam pengembangan ekonomi.
Peran
MRP yang paling sentral adalah melindungi Hak-hak orang asli Papua. Peran ini
yang diletakan pada MRP dalam memberikan perlindungan terhadap orang asli Papua
di berbagai aspek kehidupan dan terutama menjaga agar hak-hak ulayat adat tidak
hilang dengan berkembangnya dinamika kehidupan dalam pembangunan di Papua secara
keseluruhan. MRP yang diletakan sebgai lembaga perlindungan terhadap orang asli
Papua juga berperan dalam menerima pengaduan dan aspirasi dari masyarakat.
Aspirasi dan pengaduan yang diterima MRP dari masyarakat adalah pengaduan
terhadap kebijakan pemerintah daerah. Disini MRP terlibat dalam memberikan apa
yang terjadi dan terlibat dalam proses penyelesaian masalah. Dengan demikian
MRP lebih berperan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan Otsus Papua. Fungsi pengawasan ini yang lebih menonjol
berada di MRP dibandingkan fungsi sebagai pembentuk dan pembuat peraturan
perundangan khususnya Perdasus di tingkat Provinsi.
Fungsi
pengawasan ini juga terhadap pencalonan gubernur dan wakil gubernur Papua.
Dalam hal ini MRP dapat menyatakan gubernur adalah orang asli Papua adalah
kewenangan dari MRP. Pengakuan MRP terhadap status asli atau tidaknya seseorang
sebagai orang asli Papua bertujuan dalam hal pencalonan gubernur dalam proses
pemilukada. Hal ini akan berakibat apabila MRP tidak mengakui seseorang adalah
orang asli Papua maka tidak dapat diajukan dalam salah satu cagub dalam
pemilukada gubernur.
Peran dan Fungsi Perwakilan MRP
Lahirnya
MRP sebagai suatu lembaga perwakilan memberikan proteksi kepada orang asli
Papua dalam keterwakilan secara kultural dan bukan politik. Kehadiran MRP dalam
wujud perwakilan kepada kelompok-kelompok masyarakat di Papua. Keterwakilan
tersebut diantaranya adalah Adat, Agama dan Perempuan yang merepresentasikan
keseluruhan dari masyarakat Papua. Yang mana telah diatur keterwakilan tersebut
di dalam UU Otsus Papua Pasal 19 dan PP MRP Pasal 1 angka 5 dan 12.
Wujud
keterwakilan dari Adat memperhatikan suatu pengakuan terhadap nilai-nilai
kultural Adat orang asli Papua. Hal ini terlihat dari pengkuan perwakilan adat
dalam MRP yang berasal dari berbagai Lembaga Masyarakat Adat Papua dimana
mereka dilihat dari status di dalam kehidupan Adat Papua. Perwakilan dari
Agama, kelompok perwakilan agama merepresentasikan agama-agama yang terdapat di
Papua. Antara lain adalah agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Namun
perwakilan agama tetap merepsentasikan orang asli Papua. Sehingga mereka yang
mewakili dari agama adalah orang asli Papua dan berdasarkan mayoritas
dedominasi gereja yang ada di Papua. Terakhir adalah perwakilan dari unsur perempuan
dalam MRP. Perwakilan perempuan tetap memperhatikan dari orang asli Papua.
unsur ini diambil dari mereka yang bekerja di LSM dan juga berasal dari Lembaga
Adat Masyarakat. Keterwakilan perempuan dalam memberikan posisi peran perempuan
dalam perlindungan terhadap hak-hak mereka dalam kehidupan adat istiadat di
Papua.
Jimly
Asshidiqie, Fungsi Perwakilan (representasi),
dalam hal ini harus dibedakan antara pengertian representation in presence (keterwakilan melalui kehadiran) dan representation in ideas (keterwakilan
secara ide/aspirasi).
Fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat yang
paling pokok sebenarnya adalah fungsi representasi atau perwakilan itu sendiri.
Lembaga perwakilan tanpa representasi tentulah tidak bermakna sama sekali.
Dalam hubungan itu, penting dibedakan antara pengertian representation in
presence dan representation in ideas. Pengertian pertama bersifat
formal, yaitu keterwakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik. Sedangkan,
pengertian keterwakilan yang kedua bersifat substantif, yaitu perwakilan atas
dasar aspirasi atau idea. Dalam pengertian yang formal, keterwakilan itu sudah
dianggap ada apabila secara fisik dan resmi, wakil rakyat yang terpilih sudah
duduk di lembaga perwakilan rakyat. Akan tetapi, secara substansial,
keterwakilan rakyat itu sendiri baru dapat dikatakan tersalur apabila
kepentingan nilai, aspirasi, dan pendapat rakyat yang diwakili benar-benar
telah diperjuangkan dan berhasil menjadi bagian dari kebijakan yang ditetapkan
oleh lembaga perwakilan rakyat yang bersangkutan, atau setidaktidaknya aspirasi
mereka itu sudah benar-benar diperjuangkan sehingga mempengaruhi perumusan
kebijakan yang ditetapkan oleh parlemen.
Arbi
Sanit mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai hubungan di antara dua
pihak, yaitu wakil dengan terwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk
melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya
dengan terwakili.
Perwakilan
terhadap orang asli Papua dalam MRP, dimana para wakil tersebut bertindak atas
kepentingan masyarakat asli Papua. pembagian perwakilan dalam masyarakat adat
menggambarkan beragam pihak yang diwakilkankan dalam MRP. Peran dari
wakil-wakil tersebut lebih dekat kepada masyarakat adat dikarenakan faktor
kedekatan dalam kultur. Dengan demikian perwakilan di MRP merupakan wakil yang
dipilih untuk mewakilkan siapa dan dengan kepentingan menjaga keserasian dalam
kehidupan di Papua secara umum.
Anggota
MRP yang telah dibagi dalam pokja berperan dalam mendengarkan aspirasi
masyarakat adat. Hal dilakukan dengan melakukan kunjungan ke daerah-daerah yang
mengalami masalah baik apakah permasalahan tersebut berhubungan dengan adat,
agama dan perempuan. Representasi keterwakilan di dalam pokja berperan dalam
medengar aspirasi masyarakat. Hal tersebut berhubungan dengan rasa pertanggung
jawaban dari anggota MRP terhadap masyarakat Papua. walaupun anggota MRP
berasal dari berbaga suku adat yang terdapat di Papua namun mereka mempunyai
tanggung jawab secara keseluruhan terhadap masyarakat Papua. Perekrutan dalam
mengisi anggota MRP akan berhungan dengan kemampuan MRP menghadapi dinamika
sosial dan politik di Papua. walaupun perwakilan MRP berasal dari latar
belakang adat, namun bukan berarti tidak ada standar pendidikan yang ditetapkan
dalam rekrutmen anggota MRP. Wakil-wakil
adat diberikan tempat untuk turut serta memberikan pertimbangan terhadap
praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka otonomi khusus pada
umumnya, dan pembentukan Perdasus dalam rangka melindungi hak-hak orang asli
Papua. UU Nomor 21 Tahun 2001 telah memberikan tempat yang tepat dan
proposional kepada wakil-wakil adat dalam lembaga MRP.
Lembaga
MRP dibentuk sebagai wujud menanggapi/menjaring aspirasi dan isu-isu yang
berkembang di Papua, dengan mendengar aspirasi dari masing-masing lembaga adat
diharapkan dapat memperjuangkan keputusan-keputusan yang lebih berpihak kepada
masyarakat asli papua. Diharapkan MRP dapat memperjuangkan aspirasi sosial,
budaya, ekonomi dan politik orang Papua dalam menjaga identitas budaya dan politik
orang Papua.
Dengan melihat konstruksi bikameral yang ada di dalam
pelaksanaan Otsus Papua dan berangkat dari pandangan bahwa lembaga perwakilan
yang ada mencerminkan dua perwakilan. Dimana ada terdapat dua lembaga
perwakilan, yaitu DPRP dan MRP. Namun kedudukan kedua lemabaga perwakilan
tersebut berbeda apabila dilihat dalamsistem pemilihan anggota. DPRP dipilih
dalam pemilu dimana keterwakilannya berasal dari anggota partai politik yang
dilih dalam pemilu sedangkan MRP pemilihan anggota MRP berasal dari wakil adat,
perempuan dan agama yang bukan berasal dari partai politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar