Minggu, 01 Mei 2016

Majelis Rakyat Papua


PERAN DAN FUNGSI MRP (Majelis Rakyat Papua)

Peran dan Fungsi Legislasi MRP
Peran MRP dalam fungsi legislasi dapat dilihat dalam pelaksanaan UU Otsus Papua, di dalam pelaksanaan Otsus Papua terdapat salah satu lembaga yang bersifat perwakilan kultural dari orang asli papua dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak orang asli Papua (afirmatif action) dalam bidang-bidang tertentu yang telah tertuang didalam UU Otsus Papua dalam wujud peraturan daerah khusus (Perdasus).
Menurut Jimly Asshidiqie fungsi pengaturan legislasi adalah Cabang kekuasaan legislatif merupakan cabang kekuasaan yang pertama-tama mencerminkan kedaualatan rakyat. Ada tiga hal penting yang harus diatur oleh wakil rakyat diparlemen, yaitu:
a. Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara,
b. Pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara,
c. Pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara. 
Pengaturan mengenai ketiga hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan atas persetujuan warga negara, yaitu melalui wakil-wakil mereka diparlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Kedudukan sebagai lembaga perwakilan  tidak membuat MRP sebagai suatu lembaga yang mempunyai peran dalam melakukan fungsi legislasi. Hal ini dapat dilihat dimana kewenangan MRP untuk membentuk suatu Perdasus seperti halnya DPRP tidak diatur di dalam UU Otsus.
UU Otsus tidak memberikan ruang kepada MRP dalam melakukan fungsi legislasi. Dilihat pasal-pasal di dalam UU Otsus sangat jelas mengatur mengenai fungsi legislasi tidak terdapat di dalam MRP. Kewenangan yang terdapat dalam MRP hanya sebatas menyutujui suatu rancangan peraturan khusus (Perdasus) Papua (lihat Pasal 21 ayat 1 huruf b). Diluar aturan mengenai Perdasus, MRP tidak dapat mengusulkan suatu peraturan kepada DPRD untuk dibahas bersama.
Disisi lain kedudukan MRP dalam peran legislasi diberikan porsi dalam hal untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap suatu rancangan perdasus yang diajukan oleh DPRP dan pemerindah daerah. Kewenangan MRP tersebut diatur dalam Pasal 20 huruf c dan Pasal 29 ayat (1) UU Otsus Papua. Dengan hanya diberikan peran dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap perdasus membuat MRP tidak memiliki fungsi legislasi.
Dalam PP No.54 Tahun 2004 tentang MRP, dalam tugas dan wewenang MRP, Pasal 36  huruf b dan Pasal 38 tidak memberikan kedudukan kepada MRP dalam menjalankan fungsi legislasi. Demikian dilihat dalam Perdasus No.  4 Tahun 2004 tentang pelaksanaan tugas dan wewenang MRP dalam Pasal 2 sama dengan peraturan yang diatasnya.
Peran dalam membuat atau mengusulkan Perdasus memang tidak dimiliki oleh MRP secara penuh, MRP diberikan peran dalam hal memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap suatu usulan rancangan Perdasus, hal ini yang menjadi bagian dari tugas MRP dalam melaksanakan UU Otsus dimana melihat usulan rancangan Perdasus merupakan suatu affirmatve action terhadap kepentingan orang asli Papua. Disisi lain MRP diberikan kewenangan dalam memberikan peninjaun kembali terhadap suatu Perdasi yang dibuat oleh DPRP dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya peran dalam meninjau kembali Perdasi dan juga memberikan persetujuan dalam Perdasus setidaknya MRP dapat berperan dalam urusan legislasi walaupun bukan sebagai pembuat atau pengusul dari Perdasus.
Sedangkan menurut Miriam Budiarjo salah satu peran penting dari fungsi lembaga legislatif adalah membuat peraturan perundang-undangan. Apa bila peran ini tidak terdapat dalam MRP maka dengan demikian MRP tidak mempunyai fungsi dalam legislasi.
Menurut Jimly Asshidiqie, Fungsi Pengaturan atau Legislasi menyangkut 4 (empat) bentuk kegiatan, yaitu:
a.       Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation);
b.       Pembahasan rancangan undang-undang (law making process);
     c.       Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment approval);
     d.      Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau  persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya (Binding decision making on international agreement and treaties or other legal binding documents).
Dengan demikan nampak bahwa fungsi legislasi yang terdapat didalam MRP hanya sebatas pembahasan rancangan perundang-undangan, pengesahan dan memberikan persetujuan terhadap rancangan Perdasus. Dengan demikian MRP dalam fungsi legislasi hanya menjalankan 2 (dua) bentuk dari fungsi legislasi, yaitu Pembahasan rancangan undang-undang (law making process) dan Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment approval). Apabila memperhatikan fungsi legislasi menurut pendapat Jimly Asshidiqie, MRP tidak dapat dikatakan mempunyai fungsi legislasi. Dikarenakan didalam fungsi legislasi harus dilihat secara utuh, yaitu mulai dari proses pembuatan, pengajuan dan pengesahan dapat dilakukan oleh MRP. Selama peran tersebut tidak terdapat di didalam MRP maka MRP tidak mempunyai fungsi legislasi dalam pembentukan peraturan perundangan (Perdasus). Dengan melihat hal tersebut maka fungsi legislasi dalam pelaksanaan Otsus Papua menjadi monopoli dari DPRP serta Pemerintah Daerah.
Dengan tidak adanya peran legislasi dalam MRP menjadikan tugas besar bagi DPRP dalam menjalankan fungsi legislasi khususnya dalam pembuatan Perdasus. Pembagian dalam fungsi legislasi sebenarnya akan lebih meringankan beban dari DPRP dimana dalam hal pembentukan Perdasus diserahkan kepada MRP sehingga pembuatan Perdasus tidak terhambat. Fungsi legislasi yang diserahkan ke MRP hanya sebatas dalam pembentukan Perdasus sesuai dengan amanat UU Otsus. Hal ini dimaksudkan untuk pembagian pembentukan peraturan perundangan di Papua dimana pembentukan dari Perdasus terletak pada MRP dan pembentukan peraturan Perdasi terdapat di dalam DPRP. Adanya pembagian tersebut akan memberikan kinerja dari kedua lembaga perwakilan ini dapat lebih baik dan terarah dalam pembahasan pembuatan peraturan perundangan tanpa mengurangi salah satu lembaga dalam fungsi legislasi.
Melihat MRP dalam fungsi pengawasan pada pelaksanaan Otsus Papua mempunyai peran yang penting. Hal ini dikarenakan kedudukan MRP yang merupakan representasi orang asli Papua. Pengawasan terhadap pelakanaan pemerintah daerah menyangkut kepentingan orang asli Papua mendapatkan pengawasan dari MRP.
Yang menjadi peran MRP dalam melakukan pengawasan di dalam pelaksanaan Otsus Papua. Dalam UU Otsus Papua dapat terlihat dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 29, Pasal 38, Pasal 40  dimana MRP dapat menjalankan perannya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan Otsus Papua yang lebih mengutamakan perlindaungan terhadap orang asli Papua/keberpihakan kepada orang asli Papua dalam affirmative action.
Dengan demikian perlindungan yang telah terdapat dalam UU Otsus ditambah dengan dikeluarkannya PP MRP yang mana dapat dilihat dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 43. Semua pasal-pasal tersebut lebih pada perlindungan orang asli Papua. Kemudian dalam peraturan pelaksana yaitu Perdasus yang lebih menjabarkan titik beratka kepada peningkatan peran masyarakat asli Papua dan perlindungan terhadap hak-hak orang asli Papua di segala aspek. Dalam Perdasus dapat dilihat dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 14 dan Pasal 18.
Menurut Jimmly Asshidiqie, Fungsi Pengawasan (control) adalah, Pelaksanaan dari pengaturan yang telah dibuat tersebut ada pengawasan dari wakil rakyat di parlemen. Oleh karena itu lembaga perwakilan diberikan kewenangan untuk melakukan kontrol dalam tiga hal, yaitu a. kontrol terhadap pemerintah (control of executive), b. Kontrol atas pengeluaran (control of expenditure), c. Kontrol atas pemungutan pajak (contol of taxation).
Jimmly membagi salah satu tugas pokok dari lembaga perwakilan salah satunya fungsi pengawasan (Control):
a. Pengawasan atas penentuan kebijakan (control of policy making);
b.  Pengawasan atas pelaksanaan kebijakan (control of policy executing);
c. Pengawasan atas penganggaran dan belanja negara (control of budgeting);
d.  Pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan belanja negara (control of budget implementation);
e.  Pengawasan atas kinerja pemerintahan (control of government performances);
f. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik (control of political  appointment of public officials) dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau pun dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR.

Pengawasan yang dilakukan oleh MRP yang telah diatur oleh UU Otsus Papua, PP MRP dan Perdasus. Peranan dalam pengawasan oleh MRP dalam pelaksanaan Otsus Papua, lebih berfungsi menyangkut mengenai hak-hak dasar orang asli papua. Pengawasan tersebut menyangkut peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
MRP dapat menggunakan haknya untuk meminta peninjauan kembali suatu peraturan daerah (perdasi) yang dibuat oleh pemerintah daerah apabila peraturan daerah tersebut merugikan hak-hak asli orang papua dalam pelaksanaannya. Dengan demikian pemerintah daerah dalam membuat peraturan daerah provinsi (Perdasi) harus memperhatikan kekhususan yang dimiliki oleh orang asli papua.
Dalam hal pemerintah daerah melakukan suatu hubungan kerja sama dengan pihak ketiga. Peran MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap perjanjian kerja sama yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah.  Dimana lebih menekankan bahwa kerjasama tersebut tidak merugikan bagi kepentingan orang asli papua dalam kedudukannya sebagai yang mempunyai kuasa atas hak ulayat dan keuntungan dalam ekonomi, sosial dan budaya. Kedudukan dalam memberikan pertimbagan dan persetujuan terhadap kerjasama memberikan tujuan proteksi terhadap orang asli Papua dalam keterlibatan dalam suatu perjanjian yang dihasilkan. Selain keterlibatan MRP dalam memberikan persetujuan juga tidak lepas dari peran masyarakat yang merupakan sasaran dari perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pengawasan terhadap hak-hak orang asli Papua juga terlihat dalam pemberdayaan sektor ekonomi dimana dalam pengembangan sektor ekonomi MRP memberikan peran dalam proteksi terhadap orang asli papua. Didalam rencana pembangunan ekonomi tidak merusak tataran adat dalam hal hak ulayat dari masyarakat adat Papua. Dengan demikian diharapkan hak-hak ulayat dalam masyarakat tetap terjaga dan keterlibatan dari pemilik hak ulayat dalam pengembangan ekonomi.
Peran MRP yang paling sentral adalah melindungi Hak-hak orang asli Papua. Peran ini yang diletakan pada MRP dalam memberikan perlindungan terhadap orang asli Papua di berbagai aspek kehidupan dan terutama menjaga agar hak-hak ulayat adat tidak hilang dengan berkembangnya dinamika kehidupan dalam pembangunan di Papua secara keseluruhan. MRP yang diletakan sebgai lembaga perlindungan terhadap orang asli Papua juga berperan dalam menerima pengaduan dan aspirasi dari masyarakat. Aspirasi dan pengaduan yang diterima MRP dari masyarakat adalah pengaduan terhadap kebijakan pemerintah daerah. Disini MRP terlibat dalam memberikan apa yang terjadi dan terlibat dalam proses penyelesaian masalah. Dengan demikian MRP lebih berperan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan Otsus Papua.  Fungsi pengawasan ini yang lebih menonjol berada di MRP dibandingkan fungsi sebagai pembentuk dan pembuat peraturan perundangan khususnya Perdasus di tingkat Provinsi.
Fungsi pengawasan ini juga terhadap pencalonan gubernur dan wakil gubernur Papua. Dalam hal ini MRP dapat menyatakan gubernur adalah orang asli Papua adalah kewenangan dari MRP. Pengakuan MRP terhadap status asli atau tidaknya seseorang sebagai orang asli Papua bertujuan dalam hal pencalonan gubernur dalam proses pemilukada. Hal ini akan berakibat apabila MRP tidak mengakui seseorang adalah orang asli Papua maka tidak dapat diajukan dalam salah satu cagub dalam pemilukada gubernur.
Peran dan Fungsi Pengawasan MRP
Melihat MRP dalam fungsi pengawasan pada pelaksanaan Otsus Papua mempunyai peran yang penting. Hal ini dikarenakan kedudukan MRP yang merupakan representasi orang asli Papua. Pengawasan terhadap pelakanaan pemerintah daerah menyangkut kepentingan orang asli Papua mendapatkan pengawasan dari MRP.
Yang menjadi peran MRP dalam melakukan pengawasan di dalam pelaksanaan Otsus Papua. Dalam UU Otsus Papua dapat terlihat dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 29, Pasal 38, Pasal 40  dimana MRP dapat menjalankan perannya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan Otsus Papua yang lebih mengutamakan perlindaungan terhadap orang asli Papua/keberpihakan kepada orang asli Papua dalam affirmative action.
Dengan demikian perlindungan yang telah terdapat dalam UU Otsus ditambah dengan dikeluarkannya PP MRP yang mana dapat dilihat dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 43. Semua pasal-pasal tersebut lebih pada perlindungan orang asli Papua. Kemudian dalam peraturan pelaksana yaitu Perdasus yang lebih menjabarkan titik beratka kepada peningkatan peran masyarakat asli Papua dan perlindungan terhadap hak-hak orang asli Papua di segala aspek. Dalam Perdasus dapat dilihat dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 14 dan Pasal 18.
Menurut Jimmly Asshidiqie, Fungsi Pengawasan (control) adalah, Pelaksanaan dari pengaturan yang telah dibuat tersebut ada pengawasan dari wakil rakyat di parlemen. Oleh karena itu lembaga perwakilan diberikan kewenangan untuk melakukan kontrol dalam tiga hal, yaitu a. kontrol terhadap pemerintah (control of executive), b. Kontrol atas pengeluaran (control of expenditure), c. Kontrol atas pemungutan pajak (contol of taxation).
Jimmly membagi salah satu tugas pokok dari lembaga perwakilan salah satunya fungsi pengawasan (Control):
a. Pengawasan atas penentuan kebijakan (control of policy making);
b.  Pengawasan atas pelaksanaan kebijakan (control of policy executing);
c. Pengawasan atas penganggaran dan belanja negara (control of budgeting);
d.  Pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan belanja negara (control of budget implementation);
e.  Pengawasan atas kinerja pemerintahan (control of government performances);
f. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik (control of political  appointment of public officials) dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau pun dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR.

Pengawasan yang dilakukan oleh MRP yang telah diatur oleh UU Otsus Papua, PP MRP dan Perdasus. Peranan dalam pengawasan oleh MRP dalam pelaksanaan Otsus Papua, lebih berfungsi menyangkut mengenai hak-hak dasar orang asli papua. Pengawasan tersebut menyangkut peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
MRP dapat menggunakan haknya untuk meminta peninjauan kembali suatu peraturan daerah (perdasi) yang dibuat oleh pemerintah daerah apabila peraturan daerah tersebut merugikan hak-hak asli orang papua dalam pelaksanaannya. Dengan demikian pemerintah daerah dalam membuat peraturan daerah provinsi (Perdasi) harus memperhatikan kekhususan yang dimiliki oleh orang asli papua.
Dalam hal pemerintah daerah melakukan suatu hubungan kerja sama dengan pihak ketiga. Peran MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap perjanjian kerja sama yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah.  Dimana lebih menekankan bahwa kerjasama tersebut tidak merugikan bagi kepentingan orang asli papua dalam kedudukannya sebagai yang mempunyai kuasa atas hak ulayat dan keuntungan dalam ekonomi, sosial dan budaya. Kedudukan dalam memberikan pertimbagan dan persetujuan terhadap kerjasama memberikan tujuan proteksi terhadap orang asli Papua dalam keterlibatan dalam suatu perjanjian yang dihasilkan. Selain keterlibatan MRP dalam memberikan persetujuan juga tidak lepas dari peran masyarakat yang merupakan sasaran dari perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pengawasan terhadap hak-hak orang asli Papua juga terlihat dalam pemberdayaan sektor ekonomi dimana dalam pengembangan sektor ekonomi MRP memberikan peran dalam proteksi terhadap orang asli papua. Didalam rencana pembangunan ekonomi tidak merusak tataran adat dalam hal hak ulayat dari masyarakat adat Papua. Dengan demikian diharapkan hak-hak ulayat dalam masyarakat tetap terjaga dan keterlibatan dari pemilik hak ulayat dalam pengembangan ekonomi.
Peran MRP yang paling sentral adalah melindungi Hak-hak orang asli Papua. Peran ini yang diletakan pada MRP dalam memberikan perlindungan terhadap orang asli Papua di berbagai aspek kehidupan dan terutama menjaga agar hak-hak ulayat adat tidak hilang dengan berkembangnya dinamika kehidupan dalam pembangunan di Papua secara keseluruhan. MRP yang diletakan sebgai lembaga perlindungan terhadap orang asli Papua juga berperan dalam menerima pengaduan dan aspirasi dari masyarakat. Aspirasi dan pengaduan yang diterima MRP dari masyarakat adalah pengaduan terhadap kebijakan pemerintah daerah. Disini MRP terlibat dalam memberikan apa yang terjadi dan terlibat dalam proses penyelesaian masalah. Dengan demikian MRP lebih berperan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan Otsus Papua.  Fungsi pengawasan ini yang lebih menonjol berada di MRP dibandingkan fungsi sebagai pembentuk dan pembuat peraturan perundangan khususnya Perdasus di tingkat Provinsi.
Fungsi pengawasan ini juga terhadap pencalonan gubernur dan wakil gubernur Papua. Dalam hal ini MRP dapat menyatakan gubernur adalah orang asli Papua adalah kewenangan dari MRP. Pengakuan MRP terhadap status asli atau tidaknya seseorang sebagai orang asli Papua bertujuan dalam hal pencalonan gubernur dalam proses pemilukada. Hal ini akan berakibat apabila MRP tidak mengakui seseorang adalah orang asli Papua maka tidak dapat diajukan dalam salah satu cagub dalam pemilukada gubernur.
Peran dan Fungsi Perwakilan MRP
Lahirnya MRP sebagai suatu lembaga perwakilan memberikan proteksi kepada orang asli Papua dalam keterwakilan secara kultural dan bukan politik. Kehadiran MRP dalam wujud perwakilan kepada kelompok-kelompok masyarakat di Papua. Keterwakilan tersebut diantaranya adalah Adat, Agama dan Perempuan yang merepresentasikan keseluruhan dari masyarakat Papua. Yang mana telah diatur keterwakilan tersebut di dalam UU Otsus Papua Pasal 19 dan PP MRP Pasal 1 angka 5 dan 12.
Wujud keterwakilan dari Adat memperhatikan suatu pengakuan terhadap nilai-nilai kultural Adat orang asli Papua. Hal ini terlihat dari pengkuan perwakilan adat dalam MRP yang berasal dari berbagai Lembaga Masyarakat Adat Papua dimana mereka dilihat dari status di dalam kehidupan Adat Papua. Perwakilan dari Agama, kelompok perwakilan agama merepresentasikan agama-agama yang terdapat di Papua. Antara lain adalah agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Namun perwakilan agama tetap merepsentasikan orang asli Papua. Sehingga mereka yang mewakili dari agama adalah orang asli Papua dan berdasarkan mayoritas dedominasi gereja yang ada di Papua. Terakhir adalah perwakilan dari unsur perempuan dalam MRP. Perwakilan perempuan tetap memperhatikan dari orang asli Papua. unsur ini diambil dari mereka yang bekerja di LSM dan juga berasal dari Lembaga Adat Masyarakat. Keterwakilan perempuan dalam memberikan posisi peran perempuan dalam perlindungan terhadap hak-hak mereka dalam kehidupan adat istiadat di Papua.
Jimly Asshidiqie, Fungsi Perwakilan (representasi), dalam hal ini harus dibedakan antara pengertian representation in presence (keterwakilan melalui kehadiran) dan representation in ideas (keterwakilan secara ide/aspirasi).
Fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat yang paling pokok sebenarnya adalah fungsi representasi atau perwakilan itu sendiri. Lembaga perwakilan tanpa representasi tentulah tidak bermakna sama sekali. Dalam hubungan itu, penting dibedakan antara pengertian representation in presence dan representation in ideas. Pengertian pertama bersifat formal, yaitu keterwakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik. Sedangkan, pengertian keterwakilan yang kedua bersifat substantif, yaitu perwakilan atas dasar aspirasi atau idea. Dalam pengertian yang formal, keterwakilan itu sudah dianggap ada apabila secara fisik dan resmi, wakil rakyat yang terpilih sudah duduk di lembaga perwakilan rakyat. Akan tetapi, secara substansial, keterwakilan rakyat itu sendiri baru dapat dikatakan tersalur apabila kepentingan nilai, aspirasi, dan pendapat rakyat yang diwakili benar-benar telah diperjuangkan dan berhasil menjadi bagian dari kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga perwakilan rakyat yang bersangkutan, atau setidaktidaknya aspirasi mereka itu sudah benar-benar diperjuangkan sehingga mempengaruhi perumusan kebijakan yang ditetapkan oleh parlemen.
Arbi Sanit mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai hubungan di antara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakili.
Perwakilan terhadap orang asli Papua dalam MRP, dimana para wakil tersebut bertindak atas kepentingan masyarakat asli Papua. pembagian perwakilan dalam masyarakat adat menggambarkan beragam pihak yang diwakilkankan dalam MRP. Peran dari wakil-wakil tersebut lebih dekat kepada masyarakat adat dikarenakan faktor kedekatan dalam kultur. Dengan demikian perwakilan di MRP merupakan wakil yang dipilih untuk mewakilkan siapa dan dengan kepentingan menjaga keserasian dalam kehidupan di Papua secara umum.
Anggota MRP yang telah dibagi dalam pokja berperan dalam mendengarkan aspirasi masyarakat adat. Hal dilakukan dengan melakukan kunjungan ke daerah-daerah yang mengalami masalah baik apakah permasalahan tersebut berhubungan dengan adat, agama dan perempuan. Representasi keterwakilan di dalam pokja berperan dalam medengar aspirasi masyarakat. Hal tersebut berhubungan dengan rasa pertanggung jawaban dari anggota MRP terhadap masyarakat Papua. walaupun anggota MRP berasal dari berbaga suku adat yang terdapat di Papua namun mereka mempunyai tanggung jawab secara keseluruhan terhadap masyarakat Papua. Perekrutan dalam mengisi anggota MRP akan berhungan dengan kemampuan MRP menghadapi dinamika sosial dan politik di Papua. walaupun perwakilan MRP berasal dari latar belakang adat, namun bukan berarti tidak ada standar pendidikan yang ditetapkan dalam rekrutmen anggota MRP. Wakil-wakil adat diberikan tempat untuk turut serta memberikan pertimbangan terhadap praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka otonomi khusus pada umumnya, dan pembentukan Perdasus dalam rangka melindungi hak-hak orang asli Papua. UU Nomor 21 Tahun 2001 telah memberikan tempat yang tepat dan proposional kepada wakil-wakil adat dalam lembaga MRP.
Lembaga MRP dibentuk sebagai wujud menanggapi/menjaring aspirasi dan isu-isu yang berkembang di Papua, dengan mendengar aspirasi dari masing-masing lembaga adat diharapkan dapat memperjuangkan keputusan-keputusan yang lebih berpihak kepada masyarakat asli papua. Diharapkan MRP dapat memperjuangkan aspirasi sosial, budaya, ekonomi dan politik orang Papua dalam menjaga identitas budaya dan politik orang Papua.
Dengan melihat konstruksi bikameral yang ada di dalam pelaksanaan Otsus Papua dan berangkat dari pandangan bahwa lembaga perwakilan yang ada mencerminkan dua perwakilan. Dimana ada terdapat dua lembaga perwakilan, yaitu DPRP dan MRP. Namun kedudukan kedua lemabaga perwakilan tersebut berbeda apabila dilihat dalamsistem pemilihan anggota. DPRP dipilih dalam pemilu dimana keterwakilannya berasal dari anggota partai politik yang dilih dalam pemilu sedangkan MRP pemilihan anggota MRP berasal dari wakil adat, perempuan dan agama yang bukan berasal dari partai politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar