Senin, 22 Februari 2016

Pengaruh Globalisasi Terhadap Sistem Hukum dan Produk Hukum Indonesia



POLITIK HUKUM DI ERA GLOBALISASI
Pengaruh Globalisasi Terhadap Sistem Hukum dan Produk Hukum Indonesia

Pendahuluan
Tantangan Indonesia sekarang dan ke depan adalah bagaimana bangsa kita dapat beradaptasi dengan perubahan jaman. Dunia tempat kita berpijak telah banyak berubah, dan akan terus berubah. Dulu, Bung Hatta pernah melukiskan tantangan politik luar negeri sebagai “mendayung di antara dua karang”, dalam arti antara Blok Barat dan Blok Timur. Kini, saat persaingan Blok Barat dan Blok Timur sudah hilang, diplomasi Indonesia di Abad ke-21 menghadapi dunia yang jauh lebih kompleks, ibarat “mengarungi samudera yang penuh gejolak”. Sebagai anggota United Nations Climate Change Conference (UNCCC), kita juga menjadi pelopor dalam upaya penyelamatan bumi dari perubahan iklim.[1]
Dalam era globalisasi ini, indonesia ikut serta dalam perkembangan duni dan hubungan internasional sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945. Dimana Indonesia memainkan peranannya dalam masalah-masalah global, menjaga perdamaina dunia. Juga dalam hubungan regional dengan negara-negara asia tenggara dan juga asia-pasifik. Indonesia juga termasuk dalam negara anggota G-20 dan anggota OKI. Dimana dalam sektor ekonomi, indonesia dapat berkontribusi.
Globalisasi perpengaruh dengan adanya pluralisme dan terbukanya hubungan-hubungan dengan negara-negara di dunia. Namun dengan makin terbukanya hubungan antar negara dunia, Indonesia harus tetap menjaga kepentingan nasional.
Dalam pidato kenegaraan diatas, dapat kita lihat bagaimana peran Indonesia dalam dunia internasional. Kedudukan Indonesia sebagai salah satu negara dunia, memainkan perannya baik dalam bidang politk, ekonomi dan isu-isu global lainnya. Kedudukan Indoinesia sebagai warga dunia, dalam hubungan internasional tidak dapat terlepas dari pengaruh globalisasi yang melanda dunia. Hampir seluruh sektor kehidupan sekarang ini sudah di pengaruhi dari globalisasi.
Peranan pemerintah bukan saja memfokuskan diri dalam hubungan internasional dalam perkembangan dunia. Namun kedudukan yang paling penting adalah masyarakat Indonesia yang akan berdampak pada perkembangan hukum dan ekonomi dalam masyarakat.
Pengaruh globalisasi sangat kuat sehingga mempengaruhi dalam pembentukan peraturan perundangan. Dengan kuatnya tekanan negara-negara maju terhadap negara berkembang seperti Indonesia. Memberikan dampak  dalam proses pembentukan undang-undang.  Adanya pengaruh dari negara-negara maju, tetapi juga kuatnya pengaruh dari lembaga-lembaga internasional dalam bidang ekonomi. Sehingga kita dapat lihat pengaruhnya dalam undang-undang yang dibuat oleh pemerintah.

Globalisasi di Dunia
Globalisasi memberi pengaruh dalam berbagai kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan. Pengaruh globalisasi terhadap ideologi dan politik adalah akan semakin menguatnya pengaruh ideologi liberal dalam perpolitikan negara-negara berkembang yang ditandai oleh menguatnya ide kebebasan dan demokrasi. Pengaruh globalisasi terhadap bidang politik, antara lain membawa internasionalisasi dan penyebaran pemikiran serta nilai-nilai demokratis, termasuk di dalamnya masalah hak asasi manusia. Disisi lain ada pula masuknya pengaruh ideologi lain seperti ideologi Islam yang berasal dari Timur Tengah. Implikasinya adalah negara semakin terbuka dalam pertemuan berbagai ideologi dan kepentingan politik negara.[2]
Meningkatnya ketergantungan pada pasar selama rezim globalisasi juga tidak dapat dipisahkan dari gerakan ekonomi liberalisme yang berasal dari "Konsensus Washington" yang menghendaki reduksi secara sistematis terhadap peran Negara dalam sistem ekonomi nasional hingga ke titik minimal. Neoliberalism pada umumnya juga berpihak pada tekanan politik multilateral melalui organisasi-organisasi internasional atau perjanjian perangkat seperti WTO, Bank Dunia, IMF atau ADB. Neoliberalism berpihak pada privatisasi dan mengukur keberhasilan pembangunan berdasarkan keuntungan ekonomi yang didapat secara keseluruhan. Namun dalam prakteknya kontrol atas kebijakan ekonomi politik dalam negeri tidak sepenuhnya terlepas dari kontrol Negara dan Negara tetap melakukan intervensi politis atas kebijakan-kebijakan ekonomi. Bahkan aktor-aktor dalam pasar internasional juga sesungguhnya merupakan representasi kepentingan negara-negara industri, dan bukan digerakkan oleh 'invisible hand' (kepentingan pasar).
Pengaruh globalisasi terhadap negara-negara di dunia semakin tidak dapat dicegah. Dalam perkembangan sekarang ini, produk hukum di negara-negara dunia mulai bercampur dalam sistem hukum common law dan civil law. Hal ini terjadi akibat dari kebutuhan dari negara-negara dalam melakukan hubungan kerja sama dalam bidang ekonomi. Di eropa yang terlebih dahulu telah terjadi mix legal tradition, dimana dengan muncul masyarakat ekonomi eropa (MEE). Dampaknya terhadap sistem hukum di negara-negara eropa yang berbeda dikarenakan adanya dua sistem yang dikenal yaitu common law dan sistem law. Namun dengan adanya uni eropa sehingga hukum menjadi tunggal, bersifat khusus serta merupakan entitas politik yang telah melahirkan sistem hukum yang unik. Terciptanya sebuah sistem regional dan merupakan tatanan hukum yang berdiri sendiri[3].
Manakala ekonomi menjadi terintegrasi, harmonisasi hukum mengikutinya. Terbentuknya WTO (World Trade Organization) telah didahului atau diikuti oleh terbentuknya blok-blok ekonomi regional seperti Masyarakat Eropah, NAFTA, AFTA dan APEC. Tidak ada kontradiksi antara regionalisasi dan globalisasi perdagangan. Sebaliknya, integrasi ekonomi global mengharuskan terciptanya blok-blok perdagangan baru. Bergabung dengan WTO dan kerjasama ekonomi regional berarti mengembangkan institusi yang demokratis. memperbaharui mekanisme pasar, dan memfungsikan sistim hukum. Prinsip-prinsip “Most -Favoured - Nation.” “Transparency,’’ “National Treatment..’ “Non - Dicrimination” menjadi dasar WTO dan blok ekonomi regional.[4]
Teori globalisasi hukum membuktikan bahwa dalam perspektif hukum, nilai neoliberal tidak pernah masuk sendirian. Khususnya nilai neoliberal dari The Washington Consensus masuk di Indonesia sebagai bagian dari Globalisasi Ketiga, bersamaan dengan peraturan prudensial, good corporate governance, demokratisasi, dan reformasi di bidang keuangan negara.
Selain itu, dalam pluralisme hukum yang ada, neoliberalisme hanya bisa menyusup melalui suatu sintesis. Ini terjadi antara lain lantaran konsep kunci perekonomian dan hukum kita khususnya pada masalah kebendaan (property rights)—baik secara konstitusional maupun konteks perundangan—masih menganut nilai kepemilikan bersama atau oleh negara. Prinsip umum yang berlaku adalah beberapa benda dan hak khususnya yang bersifat strategis bagi perekonomian negara harus sebanyakbanyaknya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Sejak pertama kali diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 2005, tidak banyak perubahan signifikan yang mampu dihasilkan KTT Asia Timur (EAS) karena masih mencari bentuk-bentuk ideal. Eksistensi EAS sekarang ini masih mencari pola di tengah upaya Jepang menghadirkan struktur Komunitas Asia Timur (EAC) dan Australia berkeinginan membentuk Uni Asia Pasifik (Asia Pacific Union).
Regionalisme dan multilateralisme di kawasan Asia Pasifik sekarang ini memiliki banyak bentuk selain ASEAN yang menjadi pilar utama kerja sama regional. Ada desakan memperluas EAS agar menjadi lebih komprehensif tanpa harus melalui mekanisme peletakan fondasi acquis communautaire (pengaturan dan hukum yang dibutuhkan komunitas) seperti yang dimiliki Uni Eropa.
Indonesia bergabung dengan WTO dan kerjasama ekonomi regional berarti mengembangkan institusi yang demokratis. memperbaharui mekanisme pasar, dan memfungsikan sistim hukum. Bagaimana juga karakteristik dan hambatannya, globalisasi ekonomi menimbulkan akibat yang besar sekali pada bidang hukum. Globcilisasi ekonomi juga menyebabkan terjadinya globalisasi hukum, globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara Barat dan Timur. Globalisasi hukum terjadi melalui usaha-usaha standarisasi hukum. antara lain melalui perjanjian-perjanjian internasional.
Globalisasi dibidang kontrak-kontrak bisnis internasional sudah lama terjadi. Karena negara-negara maju membawa transaksi-transaksi baru ke negara-negara berkembang,  maka partner mereka dari negara-negara berkembang menerima model-model kontrak bisnis internasional tersebut, bisa karena sebelumnya tidak mengenal model tersebut, dapat juga karena posisi tawar yang lemah, Oleh karena itu tidak mengherankan, perjanjian patungan, perjanjian waralaba, perjanjian lisensi, perjanjian keagenan, hampir sama disemua negara.
Persamaan ketentuan-ketentuan hukum berbagai negara bisa juga terjadi karena suatu negara mengikuti model negara maju berkaitan dengan institusi-institusi hukum untuk mendapatkan modal. Undang-Undang Perseroan Terbatas berbagai negara dengen perbendaan dalam sistem hukum dari “Civil Law” maupun “Common Law” berisikan substainsi yang serupa. Sehingga terjadi pengadopsian sistem hukum yang memepengaruhi negara-negara dalam globalisasi.
Begitu juga dengan peraturan Pasar Modal, dimana saja tidak banyak berbeda, satu dan yang lain karena dana yang mengalir ke pasar-pasar tersebut tidak lagi terikat benar dengan waktu dan batas-batas negara, Tuntutan keterbukaan yang semakin besar, berkembangnya kejahatan intiernasional dalam pencucian uang dan perdagangan gelap mendorong kerjasama internasional.

Membangun Koalisi Antar Negara
Pada saat ekonomi menjadi terintegrasi, harmonisasi hukum mengikutinya. Terbentuknya WTO (World Trade Organization) telah didahului atau diikuti oleh terbentuknya blok-blok ekonomi regional seperti Masyarakat Eropah, NAFTA, AFTA dan APEC. Tidak ada kontradiksi antara regionalisasi dan globalisasi perdagangan. Sebaliknya, integrasi ekonomi global mengharuskan terciptanya blok-blok perdagangan baru.
Dampak dari globalisasi sangat kompleks. Dampak tersebut meliputi liberalisasi dalam sistem perdagangan dunia, peningkatan mobilitas tenaga kerja dan modal, pembentukan blok perdagangan dan penyebarluasan teknologi serta komunikasi. Dampak globalisasi yang tidak terhindari juga menimbulkan kesulitan bagi pemerintah untuk melakukan peran mereka. Sebagai contoh, akibat dari pengikisan batas-batas nasional, Negara saat ini menemukan kesulitan untuk mengontrol tren yang berkembang antara lain dalam software, perdagangan/kontrak-kontrak bisnis internasional dan investasi asing.
Dampak dari globalisasi tidak hanya terjadi pada sektor ekonomi tetapi juga berpengaruh pada nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia. Dampak ekonomi dari meluasnya globalisasi telah menciptakan efek domino pada area lain dalam sistem social. Kita memahami bahwa proses globalisasi membawa perubahan besar dalam hampir setiap aspek kehidupan manusia: teknologi, kondisi kerja, pekerjaan, kompetisi, konsumsi dan sebagainya, untuk itu Negara harus berupaya untuk melakukan koreksi atas dampak negatif dari globalisasi bagi warga negaranya. Beberapa upaya yang perlu dilakukan antara lain mengenai mekanisme pemerataan dan pembagian kesejahteraan social yang adil dan upaya-upaya untuk memberdayakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat. Schachter (1997) menyatakan bahwa: "mereka yang lemah dan rentan, secara umum, lebih mungkin untuk mendapatkan perlindungan dan keuntungan melalui Negara, bila dibandingkan melalui pasar bebas atau asosiasi non-pemerintah yang tidak memiliki wewenang yang efektif".
Negara-negara berkembang yang terperangkap dalam hutang dan memperoleh bantuan keuangan dari berbagai Institusi Keuangan Internasional (International Finance Institutions - IFIs), dituntut untuk melakukan reformasi ekonomi dan pembuatan kebijakan sebagaimana ditetapkan dalam berbagai perjanjian perbaikan struktural (structural adjustment) oleh IFIs. Dengan demikian Negara-negara berkembang ini tidak lagi mempunyai otonomi dalam membentuk hukum dan kebijakan nasionalnya (Harris dan Seid, 2000, p.10). Kritik tentang strategi structural adjustment yang dilakukan oleh IMF menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak benar-benar dirancang untuk melindungi negara dari resesi, tetapi lebih untuk melindungi kreditur. Sebuah daftar panjang ditawarkan oleh IMF bagi Negara-negara yang ingin mendapatkan pinjaman dalam rangka penyehatan ekonomi antara lain melalui pemotongan pengeluaran pemerintah (spending), kenaikan pajak, dan suku bunga tinggi (Stiglitz, 2006). Ketergantungan mereka pada bantuan dari Negara-negara Utara melalui IFIs telah membuat Negara berkembang tidak memiliki pilihan, kecuali melakukan seperti yang dituntut oleh Utara (Watkins, 2002). Dari contoh di atas, dapat dilihat jelas bahwa Negara tidak lagi dapat mengatur kebijakan nasionalnya secara mandiri. Dalam berbagai kasus Negara-negara industri memiliki kemampuan untuk dapat mengambil keuntungan terhadap Negara yang lebih miskin – yang umumnya memiliki fungsi kelembagaan yang lebih buruk (sistem administrasi, sistem hukum, dan sebagainya) dalam konstalasi ekonomi dan politik internasional. Negara berkembang yang memiliki kelemahan posisi tawar, seringkali tidak memiliki mekanisme efektif untuk mengartikulasikan pandangan dan kepentingan mereka di hadapan aktor privat atau kelompok industri besar dalam proses negosisasi multilateral.
Untuk melindungi kepentingan Negara seiring dengan meningkatnya globalisasi maka terdapat kebutuhan untuk membentuk kerangka aturan dan institusi yang mengatur struktur dan hubungan Negara-negara dalam hubungan ekonomi internasional. Salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan posisi tawar sekelompok Negara dalam ranah ekonomi regional adalah dengan untuk membentuk kelompok. Kelompok regional negara dapat menawarkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah sosial, ekonomi maupun politik dalam konteks multilateral yang lebih luas. Grup regional seperti ini juga dinilai dapat meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya. Meskipun kelompok regional ini dapat meningkatkan intensitas perdagangan antar negara-negara di wilayah tersebut, namun masih terdapat potensi diskriminasi terhadap Negara yang lemah dan lebih rentan.
Tujuan dari koalisi ini adalah untuk menciptakan aturan-aturan hukum internasional dengan karakteristik yang sejalan dengan tantangan hukum internasional dalam berbagai bidang. Praktik pembentukan integrasi regional seperti ini dapat dilihat dalam pengembangan kerangka institutional untuk pembentukan kebijakan bersama, misalnya organisasi regional ASEAN di Asia Tenggara atau Uni Eropa di daratan Eropa. Keberhasilan integrasi seperti Uni Eropa bahkan telah melampaui pendekatan intergovernment dalam pengambilan keputusan dalam sistem 'federal' serta memiliki dampak yang signifikan dan mengikat terhadap hukum dan kebijakan di Negara-negara anggota.
Namun demikian juga terdapat kesulitan dalam menciptakan harmonisasi hukum, terutama di negara-negara berkembang karena Negara memiliki batas kemampuan untuk memfasilitasi proses domestifikasi. Adanya tekanan dari aktor eksternal di luar Negara membuat Negara tidak sepenuhnya independen. Hal ini misalnya terjadi dalam pelaksanaan program structural adjustment, yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia, yang menuntut Negara berkembang untuk membuat kebijakan khusus yang seringkali tidak memiliki konteks local dan tercerabut dari karakter dan kepentingan lokal. Kesulitan lainnya adalah kurangnya kemampuan Negara untuk menciptakan hukum nasional yang memadai untuk melindungi kepentingan masyarakat lokal di dalam negara. Kepentingan masyarakat utamanya golongan rentan dan terpinggir seringkali dikesampingkan baik di hadapan kepentingan nasional maupun dalam menghadapi tekanan kapitalisme global. Pengambilan keputusan dan perumusan hukum seringkali bernuansa korupsi.
Untuk melaksanakan harmonisasi hukum yang berpihak pada kepentingan masyarakat maka Negara harus mempromosikan peraturan dan penegakan hukum yang kuat untuk menciptakan etika dan perilaku hukum untuk memerangi korupsi. Dalam arti lebih luas, negara harus menciptakan transparansi, partisipatisi dan akuntabilitas publik dalam pelayanan pemerintahan. Inti dari pemerintahan yang baik adalah yang partisipasi, transparansi dan akuntabilitas publik. Hukum yang kuat untuk melindungi lingkungan, misalnya, merupakan hasil dari proses politik yang berkelanjutan yang dikombinasikan dengan partisipasi dan pengawasan yang melibatkan seluruh upaya terus menerus dari masyarakat sipil. Pembuat kebijakan Negara dituntut untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat melalui berbagai bentuk partisipasi dalam proses adopsi undang-undang dan kebijakan.

Pengaruh Globalisasi di Indonesia
Dalam kehidupan berskala global dewasa ini, yang akan terwujud adalah suatu global society yang justru tak akan bergerak ke suatu keseragaaman. Global society bukanlah suatu globa state yang terkontrol secara sentral. Global state lebih tepat kalau dikatakan sebagai “masyarakat pasar” yang boleh juga disebut a global economy. Global society menyaksikan terbebaskannya jutaan manusia dari ikatan-ikatan aturan hukum nasional yang pada waktu yang lalu dikembangkan sebagai mekanisme kontrol di tangan sentral penguasa-penguasa negara. Sementara itu, perkembangannya sebagai global economy telah membuka berbagai perbatasan negeri, yang akan melalulalangkan manusia (yang produsen ataupun yang konsumen), kapital , dan informasi melintasi perbatasan-perbatasan yang territorial maupun yang kultural. Dalam hubungan ini, mengingat kebenaran apa yang disimak dan dikatakan Naisbitt bahwa “the bigger the economy, the more powerful its smallest players … to create the new rules for the expanding global economic order”,11 maka di tengah sistem ekonomi yang kian mengglobal dan tiadanya global state yang memegang kekuasaan pengatur yang sentral ini akan terjadilah otonomi pengaturan pada skalanya yang mikro, "untuk kalangan sendiri".[5]
Tidak hanya dalam ihwal kontrak-kontrak niaga di ranah ekonomi pasar kecenderungan perkembangan yang dipaparkan di muka ini amat nyatanya. Dalam kehidupan di ranah sosial dan kultural, kecenderungan untuk menjauhi penyelesaian lewat intervensi badan-badan resmi negara nasional akan pula amat nyatanya. Renegosiasi, mediasi, konsultasi untuk mencapai perdamaian akan kian dipilih berdasarkan motif dan itikat baik. Dewasa ini, dalam kehidupan pada tataran global yang semakin dikuasai fakta pluralisme, setiap warga yang tengah berurusan dengan hukum akan selalu menemukan dirinya dalam suatu kancah, di mana lebih dari satu sumber hukum bisa berlaku bagi dirinya. Kini ini, suatu persoalan hidup yang dipandang relevan sebagai urusan hukum tak hanya akan menjadi objek aturan hukum negara, tetapi juga akan diintervensi oleh berbagai macam norma lainnya, mulai dari yang moral dan tradisi setempat sampaipun ke yang konvensi dan kovenan internasional.[6]
Globalisasi hukum akan menyebabkan peraturan-peraturan negara-negara berkembang mengenai investasi,perdagangan, jasa-jasa dan bidang-bidang ekonomi lainnya mendekati negara-negara maju. Namun tidak ada jaminan peraturan-peraturan tersebut memberikan hasil yang sama disemua tempat. Hal mana dikarenakan perbedaan sistim politik, ekonomi dan budaya. Apa yang disebut hukum itu tergantung kepada persepsi masyarakatnya. Friedman, mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya hukum masyarakat. budaya hukum masyarakat tergantung kepada budaya hukum anggota-anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan, budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan.
 pengaruh hukum internasional terhadap perkembangan hukum nasional (sistem hukum dan hukum positif) di Indonesia karena pertama, masalah tersebut masih selalu dikaitkan dengan prinsip “state sovereignty” dan kepentingan perlindungan hukum suatu (bangsa) Negara di dalam memasuki terutama abad globalisasi saat ini. Globalisasi sering diartikan secara kurang tepat "dunia tanpa batas"; sedangkan justru dalam abad 21 globalisasi masalah batas wilayah Negara dan yurisdiksi Negara merupakan isu yang sangat penting terutama bagi Negara berkembang. Kedua, secara geografis, ethnografis dan secara kultural telah diakui eksistensi keragaman antara bangsa tersebut sehingga hambatan implementasi hukum internasional yang telah diakui oleh Pemerintah Indonesia (melalui ratifikasi) sering terbentur kepada masalah penerimaan pengaruh asing (hukum internasional) ke dalam kehidupan nyata yang berkembang di Indonesia. Ketiga, kerentanan masalah hukum asing tersebut berkaitan dengan pengakuan atas hak ekonomi, hak sosial dan hak politik yang berkembang dalam masyarakat.[7]
Menlu Natalegawa menempatkan perspektif politik luar negeri dan kepentingan nasional Indonesia dalam apa yang disebutnya dynamic equilibrium (keseimbangan dinamis), di mana tidak ada kekuatan dominan tunggal di kawasan dan berbagai negara berinteraksi secara damai dan menguntungkan.
Globalisasi telah mendorong dan merubah konfigurasi hukum yang kompleks. Ketika keterkaitan global semakin meningkat maka transaksi dan komunikasi lintas batas pun semakin meluas sehingga muncul kebutuhan untuk menciptakan hukum lintas Negara (transnational rules). Globalisasi juga telah membawa pada meningkatnya ekspansi rezim hukum internasional dalam area hukum publik dan privat. Berbagai referensi juga mencatat bahwa rezim hukum privat di arena global semakin banyak memproduksi hukum-hukum substantif tanpa adanya campur tangan Negara, dan tanpa perlu legitimasi hukum dari Negara atau perjanjian international (McGrew, 1998).
Dalam berbagai referensi mengenai globalisasi, analisis dampak dari globalisasi hukum pada umumnya terletak pada bentuk hubungan antara kepentingan nasional, internasional dan transnasional. Ide mengenai Negara sebagai satu-satunya pemilik kedaulatan hukum semakin melemah dengan munculnya berbagai pola interaksi hukum yang melintasi batas-batas antara hukum internasional dan nasional, praktek di tingkat lokal dan internasional, serta kewenangan yuridis internal dan eksternal (McGrew, 1998 , p.336). Saat ini kedaulatan harus diterima sebagai  suatu kewenangan yang tidak lagi dimonopoli oleh Negara namun kedaulatan dalam pembentukan hukum telah terbagi di antara berbagai entitas/agen - nasional, regional dan internasional. McGrew (1998, hal 340) menyatakan bahwa: "Keberadaan jaringan aktivitas global dan regional, rezim internasional, tata pemerintahan global dan regional, gerakan sosial di tataran transnasional, interaksi hukum global dan transnasional, dan berbagai jenis asosiasi transnasional, dapat diinterpretasikan sebagai munculnya 'ruang politik dan hukum' jenis baru yang melepaskan diri dari ikatan wilayah negara ".

Pengaruh Globalisasi Pada Sistem Hukum Indonesia
Bagi Indonesia yang masih menganut sistem hukum "Civil Law", pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam sistem hukum nasional masih memerlukan proses ratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 tentang sahnya suatu perjanjian internasional dan merujuk kepada Undang-undang RI Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.[8]
Peratifikasian suatu perjanjian internasional yang telah ditandatangani pemerintah Indonesia mutatis mutandis merupakan hukum nasional (hukum positif) sebagai dasar penerapannya di dalam praktik. Namun demikian dalam proses legislasi di Indonesia, peratifikasian tsb diwujudkan dalam suatu "Undang-undang Pengesahan". Implementasi undang-undang ratifikasi (pengesahan) tsb masih harus melalui suatu proses harmonisasi dengan undang-undang lama dalam hal objek perjanjian internasional telah dimuat sebagian atau seluruhnya di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses harmonisasi tersebut akan melahirkan suatu UU tentang Perubahan. Jika objek perjanjian yang telah melalui proses ratifikasi belum diatur sama sekali di sistem hukum nasional maka dilakukan proses perancangan undang-undang baru.[9]
Perdagangan internasional Indonesia ke pasar dunia, dan berusaha mendapat pinjaman-pinjaman luar negeri dari negara-negara maju, pengaruh Common Law secara disadari atau tidak masuk ke Indonesia. Common Law mempengaruhi hukum Indonesia melalui perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi internasional di mana Indonesia menjadi anggotanya, perjanjian antara para pengusaha, lahirnya institusi-institusi keuangan baru dan pengaruh sarjana hukum yang mendapat pendidikan di negara-negara Common Law seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Pertama, datangnya modal asing ke Indonesia menyebabkan Indonesia menjadi anggota berbagai konvensi internasional di mana hukum Common Law adalah dominan.[10]
Perjanjian yang terakhir amat mempengaruhi Indonsia dalam bidang hukum Ekonomi adalah GATT (General Agreement on Tariff and Trade) atau WTO (WorldTrade Organisation), TRIMs (Trade Related Invesment Measures) atau peraturan di bidang investasi yang berhubungan dengan perdagangan dan TRIPs (Trade Releted Intellectual Property Rights) atau peraturan yang berhubungan dengan hak milik intelektual, banyak mempengaruhi undang-undang di bidang hak milik dan investasi di Indonesia. Kedua, datangnya modal asing yang dalam implementasinya melahirkan antara lain Joint Venture Agreement, perusahaan-perusahaan waralaba negara-negara maju yang memperkenalkan Indonesia pada Franchise Agreement, berbagai perusahaan Indonesia yang memerlukan pinjaman jangka pendek membawa mereka kepada pengenalan Commercial Paper (CP). Kesemuanya itu datang dari Common Law sistem yang sebelumnya tidak dikenal di Indonesia. Kedudukan Indonesia yang memerlukan bantuan luar negeri untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi negara ini menyebabkan juga Indonesia meminta bantuan lembaga keuangan internasional. Negara-negara maju berpendapat bahwa pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan tanpa pembaharuan hukum terlebih dahulu yang akan mendukung pembangunan ekonomi tersebut. Dalam hal ini badan-badan internasional yang didominasi oleh Common Law secara tidak disadari membawa unsur-unsur sistem hukum tersebut ke dalam undang-undang nasional Indonesia. “Class Action” diperkenalkan dalam gugatan perlindungan lingkungan hidup, “Derivative Action” diperkenalkan dalam gugatan pemegang saham minoritas kepada direksi dan komisaris PT atas nama perusahaan. Sebelumnya hal-hal tersebut tidak dikenal dalam hukum Acara Perdata Indonesia yang berasal dari Civil Law sistem.[11]

Pengaruh Globalisasi Pada Produk Hukum Indonesia
Faktor utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan stability, predictability dan fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistem ekonomi apa saja untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stability adalah potensi hukum menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan fungsi hukum untuk dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-gubungan ekonomi yang tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan.[12]
Liberalisasi perdagangan menuju era ekonomi global dan pasar bebas melalui WTO (World Trade Organization) maupun APEC (Asia Pasific Economic Committee), menghadirkan tantangan yang berat bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan demikian, oleh karena di pasar bebas akan bertemu kekuatan-kekuatan yang tidak berimbang, yaitu negara-negara industri, New Indusrial Countries (NIC’s), dan negara-negara yang sedang berkembang. Kemampuan para pemain, dalam hal ini negara-negara, tidaklah sama. Negara-negara berkembang dikhawatirkan akan kedodoran dalam menghadapi persaingan ketat dengan negaranegara maju.
Organisasi internasional seperti IMF, World Bank dan ADB juga memegang peranan penting dalam proses pembangunan hukum (legal development) melalui berbagai program pembangunan. Kerjasama pembangunan hukum seringkali membawa pengaruh kepentingan organisasi internasional dalam proses pembentukan kebijakan nasional.. Organisasi-organisasi internasional lainnya seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta berbagai perjanjian khusus organisasi juga memainkan peran penting dalam globalisasi hukum. HAM adalah salah satu bidang hukum yang mendunia dan pengaruhnya telah menyebar secara luas. Jaringan organisasi-organisasi internasional ini merupakan agen-agen yang berpengaruh dalam proses globalisasi dan pluralisme hukum. Ketentuan dan prosedur yang mereka buat telah berkembang menjadi sumber hukum yang berlaku dalam masyarakat internasional dan memiliki pengaruh mengikat di level nasional.
Dalam sistem ekonomi pasar global, sistem hukum memerlukan reformasi dalam format dan fungsinya yang sesuai dengan tuntutan aktivitas ekonomi yang berlangsung dalam semangat pasar bebas. Dalam konteks liberalisasi ekonomi dan perdagangan ini, pemerintah Indonesia tampaknya telah melaku-kan langkah-langkah deregulasi dalam bidang ekonomi dan  perdagangan. Deregulasi dalam bidang ekonomi dan perdagangan, pada hakikatnya bukanlah peniadaan peran hukum dalam pengaturan kehidupan ekonomi, melainkan melakukan perubahan (reformasi) dalam pola pengaturan ke arah yang lebih demokratis, liberal dan akomodatif terhadap dinamika pasar.[13]
Dampak pengaruh globalisasi terhadap produk hukum di Indonesia dapat dipengaruhi oleh kepentingan negara industri maju. Selain kepentingan negara industri maju dalam pengaruhnya dalam pembentukan produk hukum di Indonesia juga peran dari lembaga-lembaga donor asing seperti Bank Dunia, IMF dan ADB. Dimana lembaga donor tersebut juga merupakan kepanjangan tangan dalam membawa kepentingan negara-negara industri maju. Juga pengaruh dari LSM/NGO internasional dapat mengarahkan kepentingannya dalam produk hukum sehubungan dengan isu-isu global.
Beberapa produk hukum di Indonesia yang paling jelas mencerminkan proses tersebut adalah produk tahun 1995, yaitu UndangUndang tentang Perseroan Terbatas dan UndangUndang tentang Pasar Modal. Ciri penting dari kedua undang-undang tersebut adalah masuknya beberapa doktrin dan prinsip ukum yang selama itu dianggap berasal dari tradisi Common Law. Doktrin yang selama ini hanya ditemukan Common Law seperti manipulasi pasar, pemisahan kepemilikan efek, kewajiban fidusia bagi direksi dan komisaris, dan piercing the corporate veil berhasil menjadi bagian integral dari hukum kita.
Pembuatan Undang-Undang Minyak Bumi dan Gas Nomor 22/2001 yang diduga ada keterlibatan pendanaan sekitar Rp 200 miliar dari pihak lembaga donor bilateral Amerika Serikat (USAID) mengundang sejumlah reaksi. DPR harus merevisi pasal-pasal dalam UU tersebut yang tidak sesuai dengan semangat UUD 1945 bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. "Akibatnya sangat signifikan dalam pengelolaan sektor energi kita, yang dirugikan juga rakyat karena subsidi BBM dicabut,". Dampaknya ketimpangan sosial, kalau tata kuasa dan kelola produksi dan konsumsi energi tak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi rakyat," ujarnya. Selain USAID, ada lembaga donor lain seperti Asian Development Bank (ADB) dan Bank Dunia yang turut menyediakan analisis kebijakan harga energi dan penghapusan subsidi bagi masyarakat.[14]
Anggota DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan, ada campur tangan asing terlibat dalam penyusunan puluhan undang-undang di Indonesia. "Ada 76 undang-undang yang draft-nya dilakukan pihak asing. Puluhan UU dengan intervensi asing itu dilakukan dalam 12 tahun pasca reformasi. Inti dari intervensi ini adalah upaya meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia. Contohnya,  UU tentang Migas, Kelistrikan, Pebankan dan Keuangan, Pertanian, serta sumber Daya Air.[15]
Tiga lembaga yang berbasis di Amerika Serikat (AS) tercatat paling banyak menjadi konsultan pemerintah dalam merancang 72 undang-undang (UU) yang disinyalir Badan Intelijen Nasional (BIN) disusupi kepentingan asing. Ketiga lembaga tersebut adalah World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), dan United States Agency for International Development (USAID). “Ketiganya terlibat sebagai konsultan, karena memberikan pinjaman kepada pemerintah untuk sejumlah program di bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Makanya, mereka bisa menyusupkan kepentingan asing dalam penyusunan UU di bidang-bidang tersebut,” kata Anggota DPR dari FPDI-P Eva Kusuma Sundari. Bank Dunia antara lain terlibat sebagai konsultan dalam sejumlah program pemerintah di sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berbasis masyarakat. Keterlibatan Bank Dunia tersebut, membuat pemerintah mengubah sejumlah UU antara lain UU Pendidikan Nasional (No 20 Tahun 2003), UU Kesehatan (No 23 Tahun 1992), UU Kelistrikan No 20 Tahun 2002, dan UU Sumber Daya Air (No 7 Tahun 2004).[16]
Eva mengungkapkan, IMF menyusupkan kepentingan melalui UU BUMN (No 19 Tahun 2003) dan UU Penanaman Modal Asing (No 25 Tahun 2007). “Dengan menerima bantuan IMF, pemerintah harus mengikuti ketentuan seperti privatisasi BUMN dan membuka kesempatan penanaman modal asing di usaha strategis yang seharusnya dikuasai negara.
keterlibatan USAID antara lain, pada UU Migas (No 22 Tahun 2001), UU Pemilu (No 10 Tahun 2008), dan UU Perbankan yang kini tengah digodok pemerintah untuk direvisi. Selama masa reformasi, USAID antara lain menjadi konsultan dan membantu pemerintah dalam bidang pendidikan pemilih serta penyelenggaraan dan pengawasan pemilihan umum. Di sektor keuangan, membantu usaha restrukturisasi perbankan, pengembangan perangkat ekonomi makro yang baru, serta mendorong partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan ekonomi.
Globalisasi telah mengurai batasan antara ranah lokal, nasional, regional dan global dan menyebabkan munculnya ruang politik yang tumpang tindih. Dengan kata lain globalisasi berdampak pada penataan ulang kehidupan sosial dimana ruang politik dan hukum tidak lagi hanya dibatasi oleh batas teritori Negara.
Efek globalisasi hukum tidak bisa terlepas dari bagaimana interaksi hukum masa kini telah merubah pembangunan karakter hukum nasional dan internasional. Secara tradisional, legitimasi hukum dapat ditelusuri dari pembuatan hukum positif oleh Negara dan oleh karenanya hukum internasional adalah dan sudah seharusnya merupakan hukum antar Negara. Namun dalam beberapa dekade terakhir, subjek, lingkup dan sumber hukum internasional telah diperluas. Kohl melihat bahwa dengan munculnya aktor-aktor non-negara, hukum internasional tidak bisa lagi 'hanya berfungsi mengkoordinasi kepentingan Negara-negara, namun juga harus dapat memfasilitasi kerjasama antara Negara dan non-Negara dalam berbagai area, antara lain di bidang humanitarian, penguatan demokrasi dan supremasi hukum, dan akuntabilitas transnasional '(Kohl, 2002, p.328).







Kesimpulan

Perkembangan dunia dalam era globalisasi saat ini tidak dapat dibendung oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Pengaruh perdagangan bebas dalam ekonomi begitu kuat dan isu-isu global seperti pada teknologi, lingkungan, budaya, HAM dan politik.
Indonesia sebagai negara berkembang, mendapat pengaruh dari negara-negara maju dimana negara-negara industri tersebut membawa kepantingan ekonomi dalam investasi di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan Indonesia harus menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut.  Sehingga dalam mempertahankan kepentingan nasional, Indonesia menjalin kerja sama dengan negara-negara lain baik dalam tingkat global yang tergabung dalam IMF dan Bank Dunia ataupin dalam kerja sama dengan negara-neggara tetangga seperti dalam ASEAN. Namun dalam hal tertentu untuk menjaga stabilitas nasional dan ekonomi nasional Indonesia juga menjalin kerjasama bilateral dengan cina.
Pengaruh globalisasi juga mempengaruhi sistem hukum dan produk hukum Indonesia. Dimana Indonesia yang merupakan negara yang mempunyai sistem hukum civil law akan berhadapan dengan negara yang sistem hukum common law. Sehingga hal ini mempengaruhi sistem hukum Indonesia. Dan terjadinya pluralisme hukum dengan terjadinya mix legal tradition.
Produk hukum indonesia tidak lepas dari intervensi asing, dimana dalam hal uu pemilu, kepailitan, perdangan, HAKI, migas, dll. Pengaruh ini dapat menguntungkan dalam menciptakan demokrasi yang lebih baik tapi juga bisa juga berdampak hal negatif dengan pengaruh asing dalam sektor ekonomi. Dalam UU pemilu dimana pengaruh negara-negara maju dengan politik demokrasi yzng dijunjungnya, sehingga memaksa Indonesia harus mengikuti sistem demokrasi tersebut. Hal ini menguntungkan dalam politik dalam negeri dengan ditagakan demokrasi dalam kehidupan negara. Namun hal-hal negatif dalam produk hukum seperti uu kepailitan dimana Indonesia dengan tidak mau harus menjual perusahaan-perusahaan nasional sehingga kepemilikan perusahaan nasional dikuasai asing.
Memang produk hukum Indonesia dalam pembentukan dipengaruhi asing, karena pihak asing ingin menguasai sumber daya alam Indonesia yang begitu kaya untuk kepentingan asing. Sehingga kepentingan nasional terabaikan. UU PMA yang dibuat Indonesia menguntungkan perusahaan asing seperti freeport yang menghasilkan US$ 33 Milyar dari hasil eksplorasi tambang di Indonesia. Belum perusahaan-perusahaan nasional yang telah di akuisisi asing.
Indonesia harus dapat mempertahankan kepentingsn nasional dalam era globalisasi. Dengan melindungi kepentingan nasional, dan menjaga kekayaan alam dari intervensi asing. Bukan hanya sumber daya alam, tetapi juga nilai-nilai budaya dan produk-produk budaya indonesia seperti batik. UU HAKi harus memberikan proteksi terhadap kekayaan budaya Indonesia.
UUD 1945 pasal 33, merupaka pijakan Indonesia dalam menghadapi perdangan bebas dunia dan pengaruh globalisasi. Nilai-nilai yang sudah ada di dalam UUD 1945 dan Pancasila harus merupakan pijakan dari pemerintah untuk membuat produk hukum. Sehingga kepentingan masyarakat lebih di jamin dengan tidak terlebih dahulu mementingkan kepentingan asing.
politik luar negeri indonesia harus bisa lebih berperan aktif dengan memberikan proteksi terhadap kedaulatan Indonesia. Tidak didikte oleh negara-negara asing, dan memberikan posisi tawar yang kuat terhadap lembaga-lembaga donor internasional dalam memberikan pinjaman luar negeri. Pengaruh yang positif dapat diambil oleh Indonesia namun pengaruh yang negatif, dapat mengakibatkan kerugian harus dihindarkan. Karena lembaga-lembaga internasional masuk ke Indonesia didalamnya juga membawa kepentingan-kepentingan negara maju.
Dengan dapat mempertahankan kepentingan nasional dan identitas bangsa Indonesia dalam perkembangan global. Indonesia dapat menghindar dari penjajahan baru dalam era globalisasi yang disebut dengan neokolonialisme.










Daftar Bacaan
Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia  Dalam Rangka  Hut Ke-65 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Di Depan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia , Jakarta, 16 Agustus 2010
Winarno Narmoatmojo, Dinamika Peradaban Global & Pengaruhnya bagi Negara Bangsa
Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum, common law, civil law dan socialist law, Nusamedia, 2010,
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi : Implikasinya Bagl Pendidikan Hukum Di Indonesia, Pidato pengukuhan diucapkan pada upacara penerimaan jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 4 Januari 1997
Artikel dari buku: Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Dalam Masyarakat:Perkembangan dan Masalah (Malang: Bayumedia, 2008)
Romli Atmasasmita   Makalah Disampaikan Pada, "Seminar Legislasi Nasional"; Baleg Dpri Ri; Tanggal 21 Mei 2008 
Erman Rajagukguk, Disampaikan pada Diskusi Panel dalam rangka Dies Natalis IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung ke-37
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum di Indonesia, Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato yang disampaikan pada Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 2000
Natangsa Surbakti, SH.,M.Hum, Aktualisasi Fungsi Hukum Pidana Dalam Era Ekonomi Global, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal.61
Kompas, 3 September 2008, UU Migas Harus Direvisi, Bila Asing Terbukti Intervensi
Tempo, 20 Agustus 2010, Eva: Asing Intervensi 76 Undang-undang
http://www.theglobal-review.com, Tiga Lembaga Asing Intervensi UU [ Bank Dunia, IMF, USAID ]



[1] PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,  DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA  DALAM RANGKA  HUT KE-65 PROKLAMASI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA DI DEPAN SIDANG BERSAMA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA , Jakarta, 16 Agustus 2010
[2] Winarno Narmoatmojo, Dinamika Peradaban Global & Pengaruhnya bagi Negara Bangsa
[3] Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum, common law, civil law dan socialist law, Nusamedia, 2010, hal. 199
[4] Erman Rajagukguk, PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN PADA ERA GLOBALISASI : IMPLIKASINYA BAGl PENDIDIKAN HUKUM DI INDONESIA, Pidato pengukuhan diucapkan pada upacara penerimaan jabatan Guru Besar dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 4 Januari 1997
[5] Artikel dari buku: Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Dalam Masyarakat:Perkembangan dan Masalah (Malang: Bayumedia, 2008), hlm. 237-252
[6] Ibid Soetandyo Wignjosoebroto
[7]Romli Atmasasmita   Makalah Disampaikan Pada, "Seminar Legislasi Nasional";Baleg Dpri Ri; Tanggal 21 Mei 2008 
[8] Ibid, Romli Atmasasmita   
[9] Ibid, Romli Atmasasmita   
[10] Erman Rajagukguk, Disampaikan pada Diskusi Panel dalam rangka Dies Natalis IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung
ke-37
[11] Ibid, Erman Rajagukguk
[12] Erman Rajagukguk, Peranan Hukum di Indonesia, Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato yang disampaikan pada Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 2000, hlm.13
[13] Natangsa Surbakti, SH.,M.Hum, Aktualisasi Fungsi Hukum Pidana Dalam Era Ekonomi Global, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal.61
[14] Kompas, 3 September 2008, UU Migas Harus Direvisi, Bila Asing Terbukti Intervensi
[15] Tempo, 20 Agustus 2010, Eva: Asing Intervensi 76 Undang-undang
[16] Tiga Lembaga Asing Intervensi UU [ Bank Dunia, IMF, USAID ], http://www.theglobal-review.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar